Pandangan
Islam tentang Hak-hak Reproduksi Perempuan
Berdasarkan definisi dari Departemen
Kesehatan, diketahui bahwa kesehatan reproduksi adalah: ”keadaan sehat
secara menyeluruh serta proses reproduksi”. Dengan demikian kesehatan
reproduksi bukan hanya kondisi bebas dari penyakit, melainkan bagaimana
seseorang dapat memiliki kehidupan yang sehat.
Pemahaman yang seperti itulah yang —
pada akhirnya — banyak diikuti oleh para ilmuwan, termasuk oleh para ulama.
Dan, bahkan mereka – kemudian – menawarkan pandangan yang lebih komprehensif.
A. Perkembangan Pemikiran tentang
Kesehatan Reproduksi Perempuan
Pembangunan kesehatan bertujuan
untuk mempertinggi derajat kesehatan masyarakat. Demi tercapainya derajat
kesehatan yang tinggi, maka perempuan sebagai penerima kesehatan, anggota
keluarga dan pemberi pelayanan kesehatan harus berperan dalam keluarga, supaya
anak tumbuh sehat sampai dewasa sebagai generasi muda. Oleh sebab itu
perempuan, seyogyanya diberi perhatian sebab:
- Perempuan menghadapi masalah kesehatan khusus yang tidak dihadapi pria berkaitan dengan fungsi reproduksinya
- Kesehatan perempuan secara langsung mempengaruhi kesehatan anak yang dikandung dan dilahirkan.
- Kesehatan perempuan sering dilupakan dan ia hanya sebagai objek dengan mengatas namakan “pembangunan” seperti program KB, dan pengendalian jumlah penduduk.
- Masalah kesehatan reproduksi perempuan sudah menjadi agenda intemasional diantaranya Indonesia menyepakati hasil-hasil konferensi mengenai kesehatan reproduksi dan kependudukan
- Berdasarkan pemikiran di atas kesehatan perempuan
merupakan aspek paling penting disebabkan pengaruhnya pada kesehatan
anak-anak. Oleh sebab itu pada perempuan diberi kebebasan dalam menentukan
hal yang paling baik menurut dirinya sesuai dengan kebutuhannya di mana ia
sendiri yang memutuskan atas tubuhnya sendiri.
B. Pemahaman Komprehensif tentang
Reproduksi Perempuan
Berdasarkan Konferensi Perempuan
sedunia ke-4 di Beijing pada tahun 1995 dan Koperensi Kependudukan dan
Pembangunan di Cairo tahun 1994, sudah disepakati perihal hak-hak reproduksi.
Dalam hal ini disimpulkan bahwa terkandung empat hal pokok dalam reproduksi
perempuan, yaitu:
- Kesehatan reproduksi dan seksual (reproductive and sexual health)
- Penentuan dalam keputusan reproduksi (reproductive decision making)
- Kesetaraan pria dan perempuan (equality and equity for men and women)
- Keamanan reproduksi dan seksual (sexual and reproductive security)
Adapun definisi tentang arti
kesehatan reproduksi yang telah diterima secara internasional yaitu: “keadaan
kesejahteraan fisik, mental, sosial yang utuh dalam segala hal yang berkaitan
dengan sistim, fungsi-fungsi dan proses reproduksi”. Selain itu juga disinggung
hak-hak reproduksi yang didasarkan pada pengakuan hak asasi manusia bagi setiap
pasangan atau individu untuk menentukan secara bebas dan bertanggung jawab
mengenai jumlah anak, penjarakan anak, dan menentukan kelahiran anak mereka.
C. Indikator Permasalahan Kesehatan
Reproduksi Perempuan
Dalam pengertian kesehatan
reproduksi secara lebih mendalam, bukan semata-mata sebagai pengertian klinis
(kedokteran) saja tetapi juga mencakup pengertian sosial (masyarakat). Intinya
goal kesehatan secara menyeluruh bahwa kualitas hidupnya sangat baik. Namun,
kondisi sosial dan ekonomi terutama di negara-negara berkembang yang kualitas
hidup dan kemiskinan memburuk, secara tidak langsung memperburuk pula kesehatan
reproduksi perempuan.
D. Indikator-indikator permasalahan
kesehatan reproduksi perempuan di Indonesia:
Di antara indikator-indikator
permasalahan kesehatan reproduksi perempuan di Indonesia yang diprediksi sangat
berpengaruh ialah:
- Jender; yaitu peran masing-masing pria dan perempuan berdasarkan jenis kelamin menurut budaya yang berbeda-beda. Jender sebagai suatu konstruksi sosial mempengaruhi tingkat kesehatan, dan karena peran jender berbeda dalam konteks cross cultural (lintas budaya), berarti tingkat kesehatan perempuan juga berbeda-beda.
- Kemiskinan; yang antara lain mengakibatkan:
- Makanan yang tidak cukup atau makanan yang kurang gizi
- Persediaan air yang kurang, sanitasi yang jelek dan perumahan yang tidak layak
- Tidak mendapatkan pelayanan yang baik
- Pendidikan yang Rendah.
Kemiskinan mempengaruhi kesempatan
untuk mendapatkan pendidikan. Kesempatan untuk sekolah tidak sama untuk semua
tetapi tergantung dari kemampuan membiayai. Dalam situasi kesulitan biaya
biasanya anak laki-laki lebih diutamakan karena laki-laki dianggap sebagai
pencari nafkah utama dalam keluarga. Dalam hal ini bukan indikator kemiskinan
saja yang berpengaruh tetapi juga jender berpengaruh pula terhadap pendidikan.
Tingkat pendidikan ini mempengaruhi tingkat kesehatan. Orang yang berpendidikan
biasanya mempunyai pengertian yang lebih besar terhadap masalah-masalah
kesehatan dan pencegahannya. Minimal dengan mempunyai pendidikan yang memadai
seseorang dapat mencari liang, merawat diri sendiri, dan ikut serta dalam
mengambil keputusan dalam keluarga dan masyarakat.
4. Kawin Muda
Di negara berkembang termasuk
Indonesia kawin muda pada perempuan masih banyak terjadi (biasanya di bawah
usia 18 tahun). Hal ini banyak kebudayaan yang menganggap kalau belum menikah
di usia tertentu dianggap tidak laku. Ada juga karena faktor kemiskinan, orang
tua cepat-cepat mengawinkan anaknya agar lepas tanggung jawabnya dan diserahkan
anak perempuan tersebut kepada suaminya. Ini berarti perempuan muda hamil
mempunyai resiko tinggi pada saat persalinan. Di samping itu resiko tingkat
kematian dua kali lebih besar dari perempuan yang menikah di usia 20 tahunan.
Dampak lain, mereka putus sekolah, pada akhirnya akan bergantung kepada suami
baik dalam ekonomi dan pengambilan keputusan.
- Kekurangan Gizi dan Kesehatan yang Buruk
Menurut WHO di negara berkembang
terrnasuk Indonesia diperkirakan 450 juta perempuan tumbuh tidak sempurna
karena kurang gizi pada masa kanak-kanak, akibat kemiskinan. Jika pun
berkecukupan, budaya menentukan bahwa suami dan anak laki-laki mendapat porsi
yang banyak dan terbaik dan terakhir sang ibu memakan sisa yang ada. Perempuan
sejak ia mengalami menstruasi akan membutuhkan gizi yang lebih banyak dari pria
untuk mengganti darah yang keluar. Zat yang sangat dibutuhkan adalah zat besi
yaitu 3 kali lebih besar dari kebutuhan pria. Di samping itu perempuan juga
membutuhkan zat yodium lebih banyak dari pria, kekurangan zat ini akan
menyebabkan gondok yang membahayakan perkembangan janin baik fisik maupun
mental. Perempuan juga sangat rawan terhadap beberapa penyakit, termasuk
penyakit menular seksual, karena pekerjaan mereka atau tubuh mereka yang
berbeda dengan pria. Salah satu situasi yang rawan adalah, pekerjaan perempuan
yang selalu berhubungan dengan air, misalnya mencuci, memasak, dan sebagainya.
Seperti diketahui air adalah media yang cukup berbahaya dalam penularan bakteri
penyakit.
- Beban Kerja yang Berat
Perempuan bekerja jauh lebih lama
dari pada pria, berbagai penelitian yang telah dilakukan di seluruh dunia
rata-rata perempuan bekerja 3 jam lebih lama. Akibatnya perempuan mempunyai
sedikit waktu istirahat, lebih lanjut terjadinya kelelahan kronis, stress, dan
sebagainya. Kesehatan perempuan tidak hanya dipengaruhi oleh waktu.
E. Pandangan Islam tentang Kesehatan
Reproduksi Perempuan
Islam sebagai ad-Dîn
merupakan pedoman hidup yang mengatur dan membimbing manusia yang berakal untuk
kebahagiaan mereka di dunia dan akhirat. Sisi-sisi kehidupan manusia sekecil
apapun telah menjadi perhatian Islam, termasuk dalam hal ini yang berkaitan
dengan kesehatan. Ia merupakan nikmat dari Allah SWT yang luar biasa nilainya,
karena itu ia merupakan amanah yang menjadi kewajiban bagi setiap pribadi untuk
menjaganya dengan memelihara kesehatan secara sungguh-sungguh.
Kesehatan adalah sesuatu yang sangat
vital sekali bagi kehidupan manusia, disamping kebutuhan sandang, pangan dan
papan, karena kesehatan merupakan sarana dalam mencapai kehidupan yang bahagia.
Kebutuhan hidup yang tersedia tidak akan berguna dan menjadi hambar apabila
tidak diiringi dengan kesehatan badan. Dalam hal ini Rasulullah s.a.w.
bersabda, sebagaimana hadis yang diriwayatkan an-Nasai dari ’Amr bin Maimun
dalam kitab As-Sunan al-Kubrâ:
اغْتَنِمْ
خَمْسًا قَبْلَ خَمْسٍ: شَبَابَكَ قَبْلَ هَرَمِكَ، وَصِحَّتَكَ قَبْلَ سَقَمِكَ،
وَغِنَاكَ قَبْلَ فَقْرِكَ، وَفَرَاغَكَ قَبْلَ شُغْلِكَ، وَحَيَاتِكَ قَبْلَ
مَوْتِكَ.
”Perhatikanlah lima perkara ini
sebelum datangnya lima perkara: masa mudamu sebelum datang masa tuamu;
kesehatanmu sebelum datang sakitmu; kekayaanmu sebelum datang kefakiranmu;
kesempatanmu sebelum datang kesibukanmu; hidupmu sebelum datang kematianmu.”
Disamping itu setiap muslim yang
sakit di perintahkan pula untuk berobat kepada ahlinya dan perbuatan tersebut
juga bernilai ibadah sebagaimana yang pernah di sabdakan oleh Nabi s.a.w.,
تَدَاوَوْا
عِبَادَ اللهِ، فَإِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ لَمْ يُنَزِّلْ دَاءً، إِلاَّ أَنْزَلَ
مَعَهُ شِفَاءً، إِلاَّ الْمَوْتَ ، وَالْهَرَمَ.
“Berobatlah wahai hamba-hamba
Allah, karena sesungguhnya Allah tidaklah menurunkan suatu penyakit, kecuali
telah diturunkan pula obatnya, selain kematian dan penyakit tua (pikun).”
(HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi, Ahmad, Ibnu Hibban dan al-Hakim dari Usamah bin
Syarik)
Islam mengajarkan prinsip-prinsip
kesehatan, kebersihan dan kesucian lahir dan batin. Antara kesehatan jasmani
dengan kesehatan rohani merupakan kesatuan sistem yang terpadu, sebab kesehatan
jasmani dan rohani menjadi syarat bagi tercapainya suatu kehidupan yang
sejahtera di dunia dan kebahagiaan di akhirat.
Sistem kesehatan dalam Islam
tercermin dalam ajaran syariat yang mewajibkan perbuatan membersihkan diri dari
kotoran (najis), dari hadats dan dari kotoran hati semua itu berada dalam satu
paket ibadah seperti wudhu’, mandi, shalat dan lain sebagainya.
Kita sudah mengenal bahwa pangkal
dari kesehatan adalah kebersihan, bahkan melalui ajaran-ajaran Rasulullah
s.a.w., kita dituntun untuk senantiasa memperhatikan masalah kebersihan. Ada
satu pernyataan populer di kalangan para mubaligh: ”Kesehatan jasmani
sebaiknya diprioritaskan dari pada kesempurnaan agama, sementara kebersihan itu
adalah sebagian dari iman.” Sebagaimana pernyatan ulama (bukan hadis Nabo
s.a.w.) ”an-nadhâfatu minal îmân (kebersihan itu adalah sebagian
dari iman). Simpulan sederhananya, kata para mubaligh, ”iman merupakan pokok
ajaran untuk berbaktivitas secara sehat”. Islam – kata mereka — menunjukkan
kebersihan dan kesucian dalam lima bagian, kebersihan dan kesucian rumah dan
perkarangan, badan, pakaian, makanan serta kebersihan dan kesucian ruh dan
hati.
Kesehatan baik jasmani atau ruhani
merupakan nikmat dan rahmat Allah yang setinggi-tingginya, harta benda dan
jabatan tidak ada gunanya apabila jasmani dan rohani sakit. Jasmani dan rohani
yang sehat merupakan pangkal kebahagiaan dan kesenangan.
Secara lebih khusus, perhatian Islam
terhadap masalah kesehatan reproduksi perempuan sedemikian besar, ini tercermin
dalam hal:
Pelarangan berduaan antara laki-laki
dan perempuan yang bukan mahram, sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh
ath-Thabarani dari Ibnu Abbas, Rasulullah s.a.w. bersabda:
لا
يَخْلُو رَجُلٌ مَعَ امْرَأَةٍ، وَلا يُسَافَرُ مَعَهَا إِلا وَمَعَهَا ذُو
مَحْرَمٍ
”Janganlah sekali-kali seorang
laki-laki berdua-duaan dengan seorang perempuan dan jangan pula melakukakan
safar dengannya, kecuali jika ada mahramnya.”
Pelarangan ini merupakann tindakan
preventif agar tidak terjadi perzinaan (hubungan seksual di luar pernikahan)
yang merupakan perbuatan terlarang. Sebab dampak yang ditimbulkan dari
perzinaan adalah dapat menyebabkan kehamilan yang tidak dikehendaki (unwanted
pregnancy) yang ujungnya adalah aborsi sedangkan aborsi itu sendiri dapat
menimbulkan berbagai penyakit, di antaranya kemandulan atau timbulnya berbagai
macam penyakit kelamin salah satunya adalah AIDS. Yang banyak dirugikan adalah
kaum perempuan itu sendiri.
Pelarangan ini menunjukkan betapa
besar perhatian Islam terhadap kesehatan reproduksi perempuan, agar setiap
orang menjaganya dengan baik sehingga seorang perempuan dapat menjalankan
fungsi reproduksinya secara sehat dan bertanggung jawab.
Menganjurkan pernikahan sebagai
bentuk perlindungan agar reproduksi menjadi sehat dan bertanggung jawab.
Tidak berhubungan ketika isteri
sedang haid (QS al-Baqarah [2]: 222).
“Mereka bertanya kepadamu tentang
haidh. Katakanlah: “Haidh itu adalah suatu kotoran”. oleh sebab itu hendaklah
kamu menjauhkan 1. wanita di waktu haidh; dan
janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci.2. apabila mereka telah Suci, Maka campurilah mereka itu di tempat
yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.”
Memberikan hak pada perempuan untuk
mendapatkan perlakuan yang baik dari semua pihak misalnya hak untuk mendapatkan
pelayanan kesehatan pada saat hamil dan menyusui. Dalam saat seperti ini suami
berkewajiban menjaga istrinya yang sedang hamil atau menyusui agar selalu dalam
keadaan sehat, baik secara fisik maupun mental. Bahkan Allah swt dalam al-Quran
menegaskan kondisi perempuan yang hamil dalam keadaan lemah (QS Luqmân [31]:
13,
”Dan (ingatlah) ketika Luqman
berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: “Hai anakku,
janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah)
adalah benar-benar kezaliman yang besar”.
dan al-Ahqâf [46]: 15),
”Kami perintahkan kepada manusia
supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan
susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). mengandungnya sampai
menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan
umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa: “Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk
mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu
bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai;
berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku.
Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku Termasuk
orang-orang yang berserah diri”.
Oleh karena perhatian yang sangat
besar terhadap kondisi tersebut, maka perempuan hamil dan menyusui tidak
diwajibkan untuk beribadah puasa.
Memberikan hak pada perempuan untuk
mengatur kelahiran. Islam memberikan petunjuk kepada perempuan agar reproduksi
dilakukan dengan mengatur jarak kelahiran. Hal ini untuk mengantisipasi
kemungkinan yang tidak diinginkan seperti meninggal ketika melahirkan karena
lemah fisik atau badan tidak sehat. Dan juga untuk memenuhi kebutuhan bayi
terhadap ASI, karena ASI itu sendiri sangat besar manfaatnya bagi kesehatan,
pertumbuhan dan perkembangan bayi. Isyarat tersebut ada di dalam QS al-Baqarah
[2]: 233,
“Para ibu hendaklah menyusukan
anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan
penyusuan. dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan
cara ma’ruf. seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya.
Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah
karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin
menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka
tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang
lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut
yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha
melihat apa yang kamu kerjakan.”
”Para ibu hendaklah menyusui
anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yangberkeinginan untuk
menyempurnakan penyusuan kepada anaknya”.
Dalam QS al-Ahqâf [46]: 15,
”Kami perintahkan kepada manusia
supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan
susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai
menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan
umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa: “Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk
mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu
bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai;
berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku.
Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku Termasuk
orang-orang yang berserah diri”.
”Mengandungnya sampai menyapihnya
selama tiga puluh bulan”. Artinya jarak kelahiran bisa terjadi kurang lebih 3 tahun.
F. Penutup
Demikianlah kajian ringkas mengenai
perhatian Islam secara langsung maupun tidak langsung terhadap masalah hak-hak
reproduksi perempuan, utamanya mengenai kesehatan reproduksinya, yang tentu
saja masih belum memadai untuk bisa dijadikan panduan komprehensif tentang
pandangan Islam tentang hak-hak reproduksi perempuan.
(Dikutip dan diselaraskan dari
berbagai sumber dari situs internet)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar